Bolehkah meruqyah orang kafir?
Jawab:
Boleh. Abu Said -radhiallahu ‘anhu- pernah meruqyah orang yang kafir, tatkala beliau dan sahabat yang lain keluar dalam suatu perjalanan dan melewati perkampungan Arab. Awalnya mereka meminta agar dijamu sebagai tamu, namun penduduk kampung tersebut enggan menjamu mereka. Selang beberapa waktu kemudian, pemimpin kaum tersebut disengat (kalajengking), maka penduduk kampung tersebut mendatangi para shahabat dan berkata, “Sesungguhnya pemimpin kaum disengat (kalajengking), apakah di antara kalian ada yang bisa meruqyah?” Sahabat berkata, “Demi Allah kami telah meminta jamuan kepada kalian, namun kalian tidak menjamu kami, maka kami tidak akan meruqyahnya sampai kalian memberikan upah kepada kami”. Maka mereka pun memberi upah beberapa ekor kambing. Kemudian salah seorang sahabat (Abu Sa’id) meruqyah pemimpin mereka dengan Al-Fatihah, sampai akhirnya orang itu sembuh dan lepas dari racun tersebut. Orang-orang yang meruqyah tersebut harus ikhlas, tulus dalam hatinya -semoga Allah memberkahi kalian- Nabi -Shallallahu ‘alaihi wasallam- membenarkan ruqyah (Abu Said) tersebut.
Sekarang kebanyakan orang yang meruqyah, mereka mengambil upah dan harta dari manusia -sekalipun mereka belum bisa memberikan faedah kepada (baca: menyembuhkan) mereka-. Seorang boleh mengambil upah atas ruqyah dengan syarat sembuhnya orang yang diruqyah, sebagaimana keterangan dalam hadits, “Seketika itu pula pemimpin kampung itu sembuh dan lepas dari ikatan, maka para sahabatpun mengambil upahnya”. Andaikata dia tidak sembuh, maka mereka (para shahabat) tidak mungkin bisa mengambil upah.
Sekarang ini orang yang meruqyah tamak terhadap harta, diapun mendatangi orang yang sakit dengan penyakitnya dan orang yang tertimpa musibah dengan musibahnya. Sekalipun dia tidak menyembuhkannya dia tetap mengambil hartanya (upah ruqyahnya). Maka harta/upah yang dia ambil tersebut adalah harta/upah yang haram. -semoga Allah memberkahimu-
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 comments:
Post a Comment