Feb 3, 2009

Apakah boleh berdialog dengan jin yang muslim (dalam ruqyah)

Apakah boleh berdialog dengan jin yang muslim (dalam ruqyah)

Jawab:

Tidak boleh, darimana kamu tahu bahwa dia itu muslim? Boleh jadi dia adalah munafik atau kafir, namun ia mengatakan, “Saya muslim”. Kamu tidak mengetahui hakikat jin dan engkau tidak pula mengetahui perkara yang ghaib. Maka hal tersebut tidak diperbolehkan -semoga Allah memberkahimu-.

Jika ada seorang manusia di hadapanmu yang mengaku muslim, maka terkadang engkau akan menghukuminya (sebagai seorang muslim) sebagaimana lahiriahnya. Engkau melihatnya melakukan shalat dan ibadah lainnya, namun engkau tetap tidak mengetahui tentang dirinya (secara bathiniah yang tersembunyi darinya). Akan tetapi jin yang merasuk ke dalam tubuh manusia, kemudian dia berkata kepadamu, “Saya muslim”, padahal boleh jadi dia itu fajir.

Maka tidak ada sedikitpun alasan untuk memberatkan diri (takalluf) dalam masalah ini (ruqyah), apa yang membuat kamu menjadi takalluf wahai saudaraku? Masih banyak rumah sakit yang terbuka. Dan apabila orang yang sakit itu mau bersabar, maka Allah -Azza wa Jalla- akan memberikan pahala kepadanya.

Nabi -Shallallahu ‘alaihi wasallam- pernah didatangi oleh seorang yang buta, ia meminta agar Nabi -Shallallahu ‘alaihi wasallam- mendoakan kesembuhan baginya, maka Nabi -Shallallahu ‘alaihi wasallam- bersabda, “Jika engkau ingin maka saya akan berdoa untukmu dan jika engkau ingin maka engkau bersabar saja”. Seorang perempuan pernah datang kepada beliau -Shallallahu ‘alaihi wasallam-, lalu berkata, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya saya ditimpa penyakit ayan, maka berdo’alah kepada Allah untuk (kesembuhan)ku”. Maka Nabi -Shallallahu ‘alaihi wasallam- bersabda kepadanya, “Jika engkau ingin maka saya akan berdoa untukmu dan jika engkau ingin maka engkau bersabar saja, maka engkau akan memperoleh surga”.

Maka dalam kejadian di atas tidak terdapat sama sekali sifat takalluf (dari Nabi-pent.) seperti (sikapmu) ini. Apakah engkau lebih penyayang dibandingkan Rasulullah -Shallallahu ‘alaihi wasallam-?!`. Allah telah menguji para hambanya dengan berbagai macam penyakit:


مَا مِنْ شَيْءٍ يُصِيْبُ الْمُؤْمِنَ مِنْ نَصَبٍ، وَلاَ حَزَنٍ، وَلاَ وَصَبٍ، حَتَّى الْهَمُّ يُهِمُّهُ؛ إِلاَّ يُكَفِّرُ اللهُ بِهِ عَنْهُ سِيِّئَاتِهِ


“Tidak satupun menimpa seorang mukmin berupa musibah, kesedihan, penyakit, sampai duri yang menusuknya melainkan Allah akan mengampuni kesalahan-kesalahannya”.

Maka seorang mukmin yang ditimpa penyakit, dia akan diberikan pahala jika dia bersabar, “Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar, (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah,” Yakni: Seperti penyakit-penyakit ini. “Mereka mengucapkan, “Innaa lillaahi wa innaa ilaihi raaji`uun [Sesungguhnya kami adalah milik Allah dan akan hanya akan kembali kepada-Nya]“. (QS. Al-Baqarah: 155-166)

Dan Ar-Rasul -’alaihis sholatu wassalam- bersabda tentang 70.000 orang yang masuk surga (tanpa hisab), “Mereka tidak minta diruqyah, tidak pula berobat dengan besi panas, dan mereka bertawakkal hanya kepada Rabb mereka”.

Dia tidak minta dari siapa pun (agar dirinya) diruqyah. Orang yang pergi meminta ruqyah, maka hal tersebut mengurangi keimanan dan ketawakkalannya kepada Allah -Azza wa Jalla- . Maka ajarilah dia dan katakan kepadanya, “Bersabarlah kamu, dan janganlah minta diruqyah, serta berserah dirilah kepada Allah dan berdoalah kepada-Nya, karena ruqyah merupakan bentuk permintaan (doa kepada Allah).” Karenanya, hal tersebut (meminta untuk diruqyah) pasti memberikan pengaruh dalam masalah ketawakkalan kepada Allah -Azza wa Jalla-. Oleh karena itulah, Nabi -Shallallahu ‘alaihi wasallam- bersabda, “Mereka tidak minta diruqyah”, karena minta diruqyah akan mengurangi keimanan dan ketawakkalannya (kepada Allah).

Seorang mukmin dalam kehidupannya akan diuji dengan berbagai macam penyakit, bencana, dan musibah, agar Allah mengangkat derajatnya jika ia bersabar -semoga Allah memberkahi kalian. Nabi shallallahu alaihi wasallam bersabda, “Sesungguhnya jika Allah mencintai suatu kaum, maka Dia akan menguji mereka. Maka barangsiapa yang bersabar, maka baginyalah (pahala) kesabaran dan barangsiapa yang marah, maka baginya kemurkaan (dari Allah)”.

Maka seorang mukmin wajib untuk bersabar atas ketentuan-ketentuan Allah. Apabila seseorang diangkat naik ke derajat keridhaan dengan ketetapan Allah -Azza wa Jalla-, maka itu adalah jenjang yang paling tinggi dalam keimanan, insya Allah. Maka kesabaran merupakan perkara yang wajib, sedangkan keluh kesah adalah perkara yang haram. Tidak boleh berkeluh kesah terhadap ketentuan-ketentuan Allah -Subhanahu wa Ta’ala-, “Katakanlah sekali-kali tidak akan menimpa kami melainkan apa yang telah ditetapkan Allah bagi kami.” (QS. At-Taubah: 51)

Jika Allah menghendaki ketidaksembuhanmu, maka ruqyah ataupun selainnya, tidaklah bermanfaat bagimu. Segala sesuatu berada di bawah keinginan dan kehendak Allah -Subhanahu wa Ta’ala-. Seorang mukmin harus menyerahkan urusannya kepada Allah -Subhanahu wa Ta’ala- dan wajib atasnya untuk beriman terhadap takdir dan ketentuan Allah, serta dia bersabar di atasnya -semoga Allah memberkahimu-.

Apabila Allah memberikan taufiq, untuk mengangkatnya ke derajat ridha, inilah perkara yang dicari -semoga Allah memberkahimu-. Apabila dia suka untuk berobat, maka dia berobat dan apabila dia minta untuk diruqyah, maka hal tersebut bukanlah perkara yang haram, akan tetapi ia merupakan perkara yang makruh dan akan mengurangi derajatnya (di sisi Allah) -semoga Allah memberkahimu-.

Adapun orang yang bersedia untuk meruqyah dan ia melakukannya supaya dirinya menjadi terkenal, bahkan sebagian mereka menyebarkannya pada selebaran-selebaran dan sebagian mereka membangun perkantoran-perkantoran (klinik ruqyah). Mereka itulah para penipu yang menonjolkan dirinya untuk suatu pekerjaan yang bukan tugasnya. Demi Allah, orang yang mengangkat dirinya untuk meruqyah adalah orang yang tertuduh, tertuduh dalam agamanya. Apa yang mengantarkannya untuk melakukan hal ini? Engkau wahai saudaraku, adalah salah satu dari sekian banyak kaum muslimin. Apakah dia (ruqyah) khususiyah (kemampuan khusus) yang datang kepadamu? Di dalamnya ada yang lebih bertakwa, lebih afdhal dan lebih alim daripadamu. Bagaimana khususiyah ini datang hanya untukmu, kemudian engkau tidak mau mencukupkan dengan ruqyah syar’iyah, bahkan engkau pergi kepada sesuatu dan hal-hal yang engkau bisa terpedaya olehnya? Semoga Allah memberikan taufiq kepada kita seluruhnya.

0 comments:

Post a Comment